-->
Ketika kita mencoba merefleksikan kembali ke masa lalu
tentang sejarah perjuangan kemerdekaan Indonesia maka kita tidak bisa lepas
dari bayang-bayang peran pemuda dalam proses memerdekakan bangsa ini. Bukti
otentik telah menjadi saksi bisu bahwa pada tanggal 28 Oktober 1928 dimana
bangsa ini diakui kelahiranya. Oleh karena itu sudah seharusnya segenap rakyat
Indonesia memperingati momentum 28 Oktober sebagai hari lahirnya bangsa
Indonesia.
Proses kelahiran bangsa Indonesia ini merupakan buah dari
perjuangan para pemuda bangsa & rakyat Indonesia yang
selama ratusan tahun tertindas dibawah kekuasaan kaum kolonialis pada saat itu,
kondisi ketertindasan inilah yang kemudian mendorong para pemuda pada saat itu
untuk membulatkan tekad demi mengangkat harkat dan martabat hidup orang
Indonesia asli, tekad inilah yang menjadi komitmen perjuangan rakyat Indonesia
hingga berhasil mencapai kemerdekaannya 17 tahun kemudian, yaitu pada 17 Agustus 1945.
Era orde baru & era reformasi
memberikan bukti syah bahwa peran
pemuda dalam setiap dinamika kebangsaan memberikan pengaruh perubahan yang
signifikan terhadap nasib bangsa ke depan. Bukan hanya berperan dalam
menyuarakan kemakmuran & kemerdekaan bangsa tetapi bagaimana pemuda berperan
aktif dalam aspek kemajuan bangsa melalui kebrakan-gebrakan kongkrit dalam
dunia Pendidikan, Budaya, Politik, Kesehatan & Ekonomi. Hal inilah yang
seharusnya tertancapkan secara kokoh di setiap paradigma pemuda bangsa
Indonesia.
Tetapi melihat realita
pada zaman modern ini peran pemuda dalam dinamika kebangsaan seolah hanya
menjadi isapan jempol belaka. Harapan besar bangsa ini terhadap pemudanya
seolah kembali luntur oleh tindakan-tindakan yang mendegradasikan bangsa ini
kejurang penjajahan baru. Seolah-olah bukan lagi bangsa ini yang dijajah tetapi
karakter pemuda bangsa ini yang telah kembali terjajah oleh sebuah sistem
pemikiran (ideological system) hedonisme
& globalisme.
Ingat kita bukan
kembali terjajah melalui perluasan & penguasaan negara tetapi secara tidak
langsung sadar maupun tidak sadar bangsa ini seolah kembali terjajah oleh
sistem-sistem pemikiran Westenisasi & Modernisasi yang merasuki setiap
sudut paradigma pemuda zaman sekarang. Hal ini terjadi karena mereka tahu bahwa setiap pemuda yang ada di dalam sebuah
bangsa memiliki peran sebagai agen perubahan (Agent of Change) &
juga sebagai pelopor (Founding Father) di masa
mendatang. Maka dari itu mereka berusaha merusak akar pohon yang telah di
bangun dengan sangat kokoh dengan sistem-sistem yang telah mereka bangun.
Berbagai
persoalan diatas yang tentunya memerlukan ide
(pemikiran) besar juga untuk menghadapinya. Dan posisi kaum
Muslim di Indonesia dengan segala permasalahan yang mendekapnya itu, tentunya
harus siap menjadi solusi (problem solver) bukan malah menjadi bagian
dari masalah (part of problem).
Kegelisahan akan kondisi
umat membuat beberapa pemikir Islam memiliki keinginan kembali mengembalikan
kejayaan umat dan bangsa, maka muncullah tokoh pembaharuan termasuk Kiai H Ahmad
Dahlan yang mendirikan organisasi Muhammadiyah untuk menjawab permasalahan umat dan kebangsaan.
Sebagai kaum pemikir
(intelektual), Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) memiliki peran tersendiri
dalam mewujudkan cita-cita tersebut. Peran pergerakan yang di milikinya di mainkan
dengan visi pergerakan IMM sebagai penggerak sosial, dan berperan sebagai
jembatan penghubung antara pemerintah (pemimpin) dan masyarakat yang
dipimpinnya.
IMM yang memiliki tradisi
intelektual dan sikap kritisnya harus tetap dibangun secara konstruktif.
Outputnya pun kader-kader yang militan. Kader yang memiliki kemampuan
intelektual yang mumpuni dan pembacaan terhadap realitas sosial dan politik
yang jelas, sehingga bisa menempatkan idealisme dalam konteks kenyataan yang
ada.
Menciptakan kader
yang mumpuni dan berkualitas harus dimasifkan yang nantinya mampu menjawab
dinamika kebangsaan. Paradigma bahwa para
aktivis hanyalah tukang demonstrasi dan akan menghambat studi mereka melekat
kuat dalam benak mahasiswa, termasuk para kader itu sendiri.Paradigma ini harus
dirubah, harus dipertegas dan dijelaskan
dengan benar bahwa peran aktivisme
malah akan menguatkan pembacaan teoritis kader yang tentunya akan mendukung
akademisnya di kampus.
Perpolitikan
dan demokrasi yang penuh dengan berbagai riak dan skandal,
menggambarkan ketiadaan pijakan pemikiran dan bingkai moral yang kokoh.
Seolah nilai yang tedapat dalam falsafah hidup negara kita telah luntur atau
bahkan lenyap dari hati para elit bangsa ini. Sehingga dibutuhkan
kader-kader tangguh dengan pembacaan-pembacaan cerdas untuk mengawal demokrasi
dan pembangunan bangsa ini ke depan yang senantiasa berhaluan nilai-nilai pancasila &
keislaman.
Muhammad Ikhsan Jati
Kusuma
Ketua Bidang Hikmah PC
IMM Kab. Sleman
Tidak ada komentar:
Posting Komentar