Sampah
telah menjadi permasalahan akut di dunia yang memunculkan permasalahan baru
seperti permasalahan lingkungan, kesehatan, konflik sosial, dan sebagainya.
Salah satu contohya adalah penggunaan plastik yang merusak ekosistem kelautan
sehingga menyebabkan seekor anak penyu mengalami bengkak dibagian perutnya dan
tidak lagi bisa mengendalikan daya apung karena terlalu banyak memakan plastik.
Penyu tersebut dirawat di rumah sakit yang khusus merawat hewan yang menelan
limbah plastik di Kenya.[1]
Seperti
apa yang tertera pada jurnal Jenna Jambeck yang berjudul “Plastick waste inputs from land into the ocean” menjelaskan bahwa
sampah yang dihasilkan banyak mencemari lautan yang sebagian dihasilkan dari
wilayah daratan terutama kota-kota besar. Indonesia dinobatkan sebagai salah
satu negara penyumbang sampah plastik terbesar kedua dari 192 negara sebagai
penyumbang sampah plastik ke lautan dengan volume sampah 187,2 juta ton sampah
per tahun di bawah negara Cina dengan volume sampah 262,9 juta ton sampah per
tahun dan diurutan ketiga adalah negara Filipina 83,4 juta ton sampah per tahun[2]
Masalah
tentang kebersihan lingkungan yang tidak kondusif dikarenakan masyarakat selalu
tidak sadar akan hal kebersihan lingkungan. Minimnya sistem sanitasi yang
kurang memadai. Akibatnya masalah diare, penyakit kulit, penyakit usus,
penyakit pernafasan dan penyakit lain yang disebabkan air dan udara sering
menyerang golongan keluarga ekonomi lemah. Berbagai upaya pengembangan
kesehatan anak secara umum pun menjadi terhambat.
Guru
Besar Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, Purnawan Junaidi tak
membantah temuan ini. Purnawan menyebut, hal ini bahkan dapat dilihat di dalam
kebiasaan sehari-hari dan pola sanitasi masyarakat Indonesia. Misalnya, masih
banyak masyarakat Indonesia yang tidak memiliki jamban dan fasilitas sanitasi
yang memadai di tempat tinggalnya.
Hasil
dari ketidakseimbangan dan kerusakan lingkungan hidup tidak hanya menimbulkan
panas bumi yang luar biasa, tapi juga terkait dengan aspek kesehatan masyarakat.
Bagaimana mungkin kita dapat hidup sehat dengan lingkungan yang tidak mendukung
kesehatan. Ketidakseimbangan lingkungan memunculkan banyak sekali penyakit pada
unsur lingkungan.
Oleh
karena itu, perlu adanya kerja sama pemerintah dengan masyarakat dalam Kelestarian
fungsi lingkungan hidup karena menjadi tumpuan masyarakat untuk terjaganya
kesehatan. Oleh karena itu diperlukan metode yang tepat untuk mengatasi
permasalahan tersebut. Salah satu metode yang telah diterapkan adalah sodaqoh
sampah. Sodaqoh Sampah adalah modifikasi ulang dari pengelolaan sampah berbasis
3R (Reuse, Reduce, Recycle) dengan memberikan sentuhan teologi didalamnya.
Shodaqoh sampah adalah konsep dan gagasan yang dikembangkan oleh Majelis
Lingkungan Hidup Muhammadiyah (MLH).[3] Sodaqoh sampah ini berguna
untuk mengurangi penggunaan sampah dan mengolah sampah, agar menjadi produk
prekonomian yang sesuai dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 tahun
2008 tentang Pengelolaan Sampah menyebutkan bahwa sampah harus dianggap sebagai
sumber daya nilai ekonomi dan dimanfaatkan sebagai hal yang bermanfaat.
Salah
satu tempat yang telah menerapkan metode sodaqoh sampah yaitu dusun Pakem, Desa
Tamanmartani, Kecamatan Kalasan Sleman, Yogyakarta. Dengan mendirikan
organisasi PSM (Pengelolaan Sampah Mandiri) “Permata” yaitu organisasi non-pemerintah
yang beroperasi di sektor konservasi lingkungan. Organisasi ini telah didirikan
pada tanggal 5 Februari 2012,[4] dengan mengedepankan peran
pemuda dalam penanggulangan dan pengolahan sampah.
Sehingga metode pengelolaan sampah
tersebut dapat terus berkembang secara efektif dan berkelanjutan.
Dalam
konsep Islam, pemberdayaan secara sederhana dapat diartikan mengubah seseorang
yang semula berstatus mustahik (orang yang berhak menerima zakat) menadi muzakki
(orang yang berkewajiban mengeluarkan zakat). Definisi ini memberikan adanya
mobilitas sosial menuju pada meningkatnya kualitas hidup masyarakat.[5]
Pranarka dan Moeljarto
menyatakan bahwa pemberdayaan pada dasarnya terbentuk oleh ide untuk menempatkan
manusia lebih sebagai subyek dari dunianya sendiri. Pada proses pemberdayaan,
salah satu penekanannya adalah pada proses memberikan atau mengalihkan sebagian
kekuasaan, kekuatan atau kemampuan kepada masyarakat, agar individu di dalam masyarakat
menjadi lebih berdaya. Dengan kata lain, proses pemberdayaan masyarakat sering
disebut dengan istilah peran serta masyarakat atau popular dengan
istilah Pembangunan Bertumpu Kepada Masyarakat (Community Based Development).
Istilah peran serta sering juga disebut dengan partisipasi. Partisipasi
tersebut secara umum mempunyai pengertian sebagai suatu usaha berkelanjutan,
yang memungkinkan masyarakat untuk terlibat dalam pembangunan, baik secara
aktif maupun pasif.[6]
Gerakan
shodaqoh sampah diilhami oleh permasalahan lingkungan yang tentunya tak bisa
lepas dari peran manusia sebagai bagian dari sistem lingkungan. Manusia terlalu
mengeksploitasi alam dan mengedepankan pola yang konsumtif. Akibatnya kondisi
bumi dan alam (sebagai makro kosmos) menjadi kian parah, dan Muhammadiyah
melihat perlu adanya tools yang mampu untuk merubah perilaku manusia
agar lebih bijak dan arif pada lingkungan.[7]
[1]
Gloria Setyvani Putri,”Laut Dunia Darurat
Sampah Plastik, Indonesia Turut Menyumbang”, National Geographic Indonesia,
diakses dari
http://nationalgeographic.co.id/berita/2017/12/laut-dunia-darurat-sampah-plastik-Indonesia
-turut-menyumbang, pada tanggal 17 April 2018 pukul 21.34 WIB.
[2] Janna
Jambeck, “Plastick waste inputs from land
into the ocean”, (Marrine Pollution, Vol.347, 2015), Hal.769.
[3] Abdul
Fatah, “Pengelolaan Sodaqoh Sampah di
Kabupaten Bantul Daerah Istimewa Yogyakarta”, (Prosiding Seminar Nasional
Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan; 2013), Hal.551.
[4] Azis Muslim, “The Effect of Rubbish Management Socialization Based on Indonesian
Ulama Council’S Fatwa Number 47
of 2014 on Community Behavior in Dealing with Rubbish Problem”, (Asian
Social Science; Vol. 13, No. 10; 2017), Hal. 58.
[5]
Suyanto,
“Membangun Kesadaran Sodaqoh Sampah
Sebagai Model Pemberdayaan Masyarakat”, (Jurnal Pemberdayaan Lingkungan:
Media Pemikiran dan Dakwah Pembangunan), Vol. 1, No. 2 (2017), Hal. 251.
[6]
Faizah,
”Pengelolaan Sampah Rumah Tangga Berbasis
Masyarakat (Studi Kasus di Kota Yogyakarta)”, Pascasarjana Universitas
Diponegoro Semarang, 2008, Hal. 30-31.
[7]
Abdul
Fatah, Tukiman Taruna , Hartuti Purnaweni, “Pengelolaan Shodaqoh Sampah di Kabupaten
Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta”, (Prosiding Seminar Nasional Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan
2013), Hal. 551.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar