Weather (state,county)

Breaking

Rabu, 17 Januari 2018

Gotong-Royong, Refleksi Nilai Kerelawanan


Badan Pengurus Harian - Gotong royong adalah istilah yang menunjukkan kebersamaan dalam melakukan sesuatu. Paul Michael Taylor dan Lorraine V. Aragon menyatakan bahwa gotong royong is cooperation among many people to attain a share goal. Kebersamaan dalam konteks hubungan social menunjukkan relasi yang dilakukan masyarakat dengan merujuk pada ciri seperti rukun (mutual adjustment) atau tolong menolong (reciprocal assistance). Dalam bahasa jawa, terdapat istilah gugur gunung yang dapat disepadankan dengan gotong royong. Kedua istilah tersebut dalam tulisan tersebut adalah interchangeable yaitu sepadan dan saling menggantikan.

Gugur gunung mempunyai makna kerja sosial yang harus dilakukan secara bersama-sama untuk menyelesaikan kerja yang berat seolah-olah seperti meruntuhkan gunung. Menilik namanya, gugur gunung berarti menghancurkan gunung. Mustahil jika seseorang diri mampu merobohkan gunung yang besar. Istilah gugur gunung memberi inspirasi dan spirit kepada orang banyak agar tidak silau terhadap pekerjaan yang sangat berat. Pepatah ini mungkin dapat dipersamakan dengan ungkapan, berat sama dipikul ringan sama dijinjing, sebuah ungkapan luhur yang menekankan kebersamaan.

Dalam kehidupan masyarakat (jawa), gotong royong merupakan konsep moral dalam berinteraksi. Sebagai konsepsi moral, menginspirasi kegiatan sosial kemasyarakat untuk saling membantu atau berbagi beban dalam mengatasi kesulitan. Gotong royong as a tool of social problem solver menjadi dominan untuk menjaga kohesi sosial. Ikatan sosial terbentuk saat melakukan kegiatan bersama dengan motivasi saling membantu, meringankan beban anggota masyarakat yang membutuhkan uluran bantuan.

Gotong royong memiliki sifat ketersalingan (reciprocality), dimana anggota masyarakat saling menyadari keterkaitan dan ketergantungan satu dengan yang lainya. Ketersalingan disini juga dapat dimaknai dalam perspektif prinsip tabur-tuai, anggota masyarakat yang sudah mengulurkan bantuan pada suatu saat didepan akan memperoleh balasan dari uluran tangan yang pernah dilakukan. Namun tidak harus demikian karena terdapat sosial wisdom yaitu keiklasan dalam mengulurkan tangan ketika melakukan gotong royong.

Keikhlasan inilah yang menjadi ‘jaminan’ lahirnya kerukunan sebagai manifestasi nilai keharmonisan dalam masyarakat. Ketersalingan dalam gotong royong dan kemungkinan anomaly prinsip tabur-tuai tetap menjamin terjadinya kerukunan dan tolong menolong dalam sebuah masyarakat. Ikhlas menjadi nilai yang mendorong tidak hanya untuk melakukan gotong-royong, tetapi juga menjadi ‘jaring pengaman’ untuk ditidak melakukan ‘balas dendam’ ketika ada anggota masyarakat tidak melakukan gotong royong.

Gotong Royong, Jogja Peduli

            Pada tanggal 28 November 2017, Kota Jogja dilanda sebuah bencana yang bernama Badai Dahlia. Badai ini terjadi selama 3 hari. Hujan yang mengguyur Jogja selama 3 hari disertai angin yang tiada henti membuat bencana yang tidak dapat untuk dihindari. Tercatat beberapa daerah di Jogja mulai tergenang air seperti di Gunung Kidul, Bantul, maupun di Jogja Kota. Bahkan di Bantul terjadi jembatan ambruk karena tidak kuat menahan debit air sungai yang sedang banjir.

            Gunung Kidul termasuk daerah yang terkena banjir cukup parah, banjir ini membuat masyarakat kehilangan tempat tinggalnya, lahan pertanian, dan melumpuhkan kegiatan perekonomian. Bencana ini membuat masyarakat terutama yang tinggal di Jogja tergerak hatinya untuk membantu korban bencana dengan memberi bantuan seperti sembako, pakaian, alat-alat kebersihan, obat-obatan, dll. Masyarakat Jogja, dengan sigap dan tanggap menghadapi bencana ini dengan cara gotong royong. Ini adalah sebuah kerelawanan dan aksi kemanusiaan yang menjadikan Jogja tetap kuat, Jogja tetap istimewa.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar