Weather (state,county)

Breaking

Senin, 06 Januari 2014

Merefleksikan Tokoh Muhammadiyah dalam Membentuk Kader IMM yang Militan dan Progresif



Presiden Soekarno pernah menyatakan lewat amanatnya,”Jangan melupakan sejarah”, itulah kata yang kini mulai diabaikan para pemuda. Jasa tokoh-tokoh pahlawan dalam membesarkan bangsa dan negara ini bukanlah sebuah tanggung jawab yang mudah untuk dilakukan, namun perlu upaya ekstra yang mampu menjadi peretas polemik bangsa. Dari sinilah, penulis bisa mengambil benang merah, menemukan bagaimana kita belajar dari mereka untuk direfleksikan kembali guna menciptakan kader-kader yang berkompeten. Tetapi, penulis bukan mengungkit tokoh-tokoh nasional seperti yang diutarakan, tetapi di sini yang dimaksut ialah tokoh-tokoh penggede Muhammadiyah terdahulu yang mampu mendongkrak Persyarikatan Muhammadiyah.
Keberadaan tokoh-tokoh besar Muhammadiyah seperti KH. Ahmad Dahlan, Prof. Dr. Amien Rais, AR. Fakhruddin, AR. Sutan Mansoer, Djarnawi Hadikusumo, Ahmad Syafii Maarif maupun tokoh besar lainnya sepatutnya bisa kita ambil contoh baik dari segi kepemimpinan maupun semangat pergerakan. Perlunya belajar dari pemimpin Muhammadiyah masa lalu, karena penulis menilai mereka memiliki karakter, ciri khas, prinsip totalitas dan loyalitas serta kesalehan sosial. Hal ini bisa menjadi langkah cerminan ke depan bagi kader untuk bisa mengikuti jejak mereka, tidak sekedar berkutik dalam teori saja, melainkan mampu mengaktualisasikan dalam kehidupan, khususnya dalam kader IMM.
Untuk membentuk suatu kader yang totalitas dan loyalitas bukanlah perjuangan yang mudah mengingat eksistensi ruh kader yang mulai memudar. Persoalan kader yang kini lebih mengutamakan persoalan politik bukan pada bagaimana untuk mengembangkan kader dalam mempertahankan idealisme serta kekuatan ruh kepemimpinan. Ahmad Syafii Maarif pernah mengatakan bahwa :
“Pemuda Muhammadiyah semestinnya tetap menggunakan akal sehat dan nuraninya yang bersih dan mampu membaca ruh zaman yang tidak mudah dibaca. Mereka yang memiliki trampil dalam hal politik tentu jangan sampai menjadikannya sebagai gerbong kendaraan dalam menumbuhkan konflik.”
Dari sini bisa ditarik kesimpulan, bahwa janganlah kader IMM terbelenggu oleh jeratan politik semata, tetapi justru lebih menitikberatkan pada penanaman kader yang berawasan intelektual maupun spiritualitas yang tentu sejalan dengan Trilogi IMM yakni, religiusitas, intelektualitas serta humanitas.                                                                                                                  
            Perlu penulis tekankan kembali, janganlah untuk bersikap “sombong” dan melupakan sejarah, tidak salahnya sebagai kader IMM untuk bisa belajar dari sejarah kepemimpinan tokoh terdahulu. Tanpa ada mereka Muhammadiyah tidak akan bisa sebesar saat ini, justru mereka dilatarbelakangi oleh kader yang militan dan progresif. Tidak hanya pada berapa lama berkecimpung dalam Persyarikatan, tetapi apa yang bisa kita lakukan untuk Muhammadiyah. Seperti yang kita ketuhi bahwa, janganlah berharap untuk mencari penghidupan di Muhammadiyah, melainkan bagaimana kita bisa memberikan sesuatu ke Persyarikatan ini.
Yang menjadi pertanyaaan bagi kita ialah, apakah kita sudah melalukan sesuatu yang real terhadap Muhammadiyah, khususnya dalam lingkungan IMM kita ? Janganlah berlagak bangga karena hidup dan besar di Muhammadiyah tetapi masih belum mampu menyumbangkan pemikiran ataupun sumbangsih yang dapat memajukan rumah kita ini. Tidak perlu harus berpikir mencari sesuatu yang besar, tetapi mulailah dengan hal kecil, seperti dengan menjadi kader yang militan dan progresif serta berkompeten khususnya di rumah IMM.

Menggali Human Interest Tokoh Muhammadiyah
Tentu, belajar dari pengalaman tokoh Muhammadiyah terdahulu bisa menggugah hati nurani bagi para kader untuk lebih giat di strukturalnya. Pengalaman-pengalaman yang mengesankan seperti Pak AR Fakhruddin bisa dibilang tokoh yang legendaris. Kesederhanaannya hingga menjadikannya sebagai sosok figur ulama yang merakyat lewat tindakannya yang nyata seperti kesahajaannya, kearifan, cerdas, kesalehannya. Ia semerta-merta tidak langsung bisa beranjak ke pergulatan Muhammadiyah, tetapi juga dimulai dari kader layaknya dari bawah ke atas. Bahkan, ia dikenal amanah dan pandai dalam nilai-nilai religiusitas seperti yang termaktub dalam pembentukan kepribadian kader. Dengan menanamkan kepribadian kader yang religius,
IMM sebagai salah satu badan ortonom Persyarikatan Muhammadiyah harus terus dibina dengan menciptakan kader-kader yang berkompeten, loyalitas serta militan atau progresif tanpa harus membuat kader sebanyak-banyaknya, melainkan kepada menciptakan kader-kader yang unggul dengan sumber daya yang ada. Dengan menerapkan serta merefleksikan kisah-kisah dari para tokoh besar Muhammadiyah diharapkan kader IMM ke depan mampu mengikuti jejak mereka bukan hanya pada sikap tauladannya saja, tetapi .tanpa menghilangkan jati diri.
Tokoh lain seperti Djarnawi Hadikusumo putra Ki Bagus Hadikusumo, merupakan salah satu kader yang mumpuni tidak hanya dalam hal aktivis tetapi juga sebagai praktisi. Beliau seorang pemikir sekaligus juga penulis produktif. Yang diharapkan ke depan, kader IMM tidak hanya sekedar mampu dalam hal berorganisasi saja, tetapi juga menciptakan hasil karyanya melalui karya tulis. Seorang kader IMM sangat disayangkan jika pandai dalam berucap tetapi kurang dalam semangat menulis. Perubahan era saat ini telah berubah, jika dulunya sedikit bicara banyak tindakan, saat ini, paradigma berubah. Kini, baik berbicara maupun bertindak sama-sama penting karena sudah menjadi tuntutan aktual yang harus dijalankan.

Kesadaran Diri
            Jika ingin menumbuhkan kader IMM yang sadar diri, perlunya pengorganisasian yang matang yang beraskan pada nilai-nilai intelektual profetik. Maksutnya, ialah seorang kader harus sadar dan paham dengan realitas bahwa dirinya terikat, dalam melakukan transformasi sosial. Pertama, kader harus dibina untuk sadar ikatan. Secara personal, kesadaran dibangun untuk membentuk transformasi sosial dengan menanamkan semangat berorganisasi, bereksistensi di gerakan. Tidak hanya dalam ikatan saja, kader juga harus menjawab realitas sosial. Di sini kader dituntut untuk peka terhadap realita sosial, baik itu dalam bidang ekonomi, sosial, budaya dan sebagainya. Para tokoh terdahulu pun demikian, mereka juga belajar bagaimana membaca situasi baik di lingkungan ikatan maupun sosial, bukan untuk mengintepretasikan apa yang telah ada tetapi mencari sesuatu perubahan. Sebagaimana dengan Muhammadiyah sebagai gerakan pembaharuan, seorang kader dituntut untuk tidak sekedar mengikuti zaman, tetapi juga untuk mempertahankan idealismenya demi merubah zaman.
Seperti yang diutarakan oleh Ketua Cabang IMM Kab. Sleman, Immawan M. Habibi Miftalhul Marwa bahwa kader IMM menjadi satu-satunya ke depan yang mampu meretas dilema kepemimpinan bangsa dan negara. Tidak ada kader dari organisasi atau lembaga lain yang bisa diharapkan untuk memipin bangsa ini. Untuk itu, perlu ada upaya untuk mempertahankan serta mengembangkan kualitas kader. Dengan belajar dari tokoh terdahulu serta menumbuhkan sikap kesadaran antar kader bahwa kita mempunyai tanggungjawab yang sama secara bersama. Tidak ada yang mustahil jika kader IMM mampu meraih cita-cita tersebut, jika dibarengi dengan kemauan serta aktualitas nyata dari tiap kader untuk merubah dinamika sosial yang semakin terpuruk. Terpenting adalah, membina kader terlebih dahulu, untuk menciptakan generasi ke depan yang lebih baik.


DAFTAR PUSTAKA
Fadmi Sustiwi. 2010. Muhammadiyah dalam Flashdisk. Yogyakarta: Dini Media Pro
Gunawan Budiyanto. 2010. Djarnawi Hadikusuma dan Muhammadiyah. Yogyakarta: Suara Muhammadiyah
Sukriyanto AR. 2010. Kepemimpinan Pak AR dalam Kenangan. Yogyakarta: Ar-Rahmah
M. Abdul Halim Sani. 2011. Manifesto Gerakan Intelektual Profetik.Samudera Biru:Yogyakarta
Ahmad Syafii Maarif. 2005. Menggugah Nurani Bangsa. Jakarta: Maarif Institute



Oleh: Aris Budi Sinudarsono
Bidang Media & Tabligh 2013-2014
IMM Fakultas Dakwah
UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta





                                                          






Tidak ada komentar:

Posting Komentar