Weather (state,county)

Breaking

Sabtu, 15 Februari 2014

Diskusi Mendadak Nyaleg Komisariat Dakwah

Oleh: Jean Ayu
          Tahun 2014 adalah tahun politik bagi Indonesia. Pemilihan legislatif dan presiden akan dilaksanakan di tahun ini lebih tepatnya tanggal 9 April 2014. Dewasa ini menjadi perbincangan dan sorotan bagi pemerhati politik ketika ada artis-artis serta orang yang tidak termasuk dari kalangan akademisi bisa mencalonkan diri menjadi calon legislatif (caleg). Tidak salah memang ketika mereka mengkampanyekan diri mereka, namun yang menjadi pertanyaan adalah penyeleksian serta standarisasi dalam suatu partai untuk menentukan lolosnya seseorang tersebut bisa mencalonkan diri menjadi caleg. Demikianlah yang disampaikan Alin Fatharani Silmi dalam kegiatan Diskusi Komisariat, Kamis (13/2) di selasar Masjid Kampus UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Sebelum kegiatan diskusi dimulai, juga diawali dengan kegiatan Tadarus Al-Qur'an dan kultum.
        Ketika seorang artis mencalonkan diri yang notabene dari partai agama, banyak hal yang perlu ditelisik. Ada beberapa faktor alasan artis mencalonkan diri. Pertama, kuota. kuota yang disediakan dalam suatu partai selalu memberikan celah kepada siapapun termasuk artis yang berpeluang besar dalam mendongkrakkan partai dalam persaingan pemilu mendatang. Kedua, dana, artis pada dasarnya telah memiliki modal untuk melakukan kampanye untuk diri mereka sendiri sehingga dari pihak partai pun tidak perlu bersusah payah mengeluarkan banyak honor dalam kampanye.
       Ada beberapa faktor orang yang masuk ke ranah politik mendapatkan massa, yaitu yang pertama adalah dari kalangan akademisi; kedua adalah kalangan yang mendapat perhatian massa; yang ketiga adalah orang netral. Namun hal ini, yang kedualah yang akan mendapatkan perhatian dari massa karena orang tersebut walaupun belum tentu memiliki intelektual yang tinggi tentang politik namun telah memiliki massa dari khalayak.
         Pada dasarnya, ketika akan diadakan pemilihan caleg seperti ini ada standarisasi yang dilakukan setiap partai untuk maju mewakili partainya. Bagi para caleg sebenarnya harus paham serta menguasai salah satu bidang dalam politik. Beberapa akhir ini kita dapat melihat di layar televisi, banyak diantaranya menayangkan bintang tamu artis yang mencalonkan diri menjadai calon legislatif dan kesalahan yang sama terjadi setiap jawaban atau argumen mereka tidak ada yang menjurus ke ranah politik. Hal seperti inilah yang menjadi latar belakang perlunya kejelian masyarakat untuk memilih pada tanggal 9 April mendatang. Kedua yang perlu dilakukan setiap calon legislatif adalah melakukan pre test yang notabene hal tersebut wajib dilakukan. Jadi pada intinya adalah seorang calon legislatif harus paham identitas dari partainya sendiri.
       Meneropong sistem birokrasi Indonesia sebenarnya, jika dilihat dari falsafah-politik maka Indonesia termasuk menggunakan kedua pemikiran yaitu plato dan aristoteles. Plato yang mengatakan bahwa negara yang republik hanya dengan satu pemimpin. Hal ini dibantah oleh muridnya sendiri yaitu aristoteles yang mengatakan manusia adalah zone politicon yang maksudnya adalah sejak dari lahir manusia adalah makhluk politik. Jadi yang membentuk politik adalah manusia itu sendiri. Indonesia awalnya menggunakan prisnsip dari aristoteles namun juga bercampur dengan pemikiran plato.
         Dan kesalahan Indonesia adalah ketika dalam sistem politik seperti menjelang pemilihan umum selalu menggunakan teori ekonomi. Selalu memmperhitungkan untung-rugi. Disinilah terjadinya persaingan yang tidak sehat, segala cara dilakukan hanya untuk mendongkrak partai dan memenangkan politik hanya untuk kepentingan pribadi, hanya ingin mendapatkan hasil dan keuntungan.[]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar