Oleh: Dinda Azodhea Regita A
Dimana
eksistensi kader merah di dalam kampus? Hal ini agaknya cukup meresahkan
penulis akhir-akhir ini. Betapa tidak, telah lama birokrasi kampus UIN Sunan
Kalijaga dikuasai oleh oknum dominan dalam balutan bendera kuning. Masalah
seperti ini kiranya perlu kembali di telaah dengan berbagai analisis. Banyak
pertanyaan yang kemudian muncul dalam benak penulis saat ini. Apakah memang
system birokrasi kampus hanya diperuntukkan oleh satu golongan organisasi
ekternal berwarna kuning itu? Atau mungkin dari factor kader merah sendiri yang
tidak terlalu tertarik terhadap birokrasi kampus? Mahasiswa yang notabene di
daulat sebagai agent of change nampaknya perlu mulai memperhatikan hal ini.
Apakah dominasi ini merupakan suatu bentuk ketidak adilan? Jika iya, apa yang
perlu kita lakukan? Apakah kita tetap diam menjadi penonton yang apatis? Atau
kita mulai berlatih agar dapat mendapatkan posisi sebagai pemain?
Adanya
ketidak adilan dalam system kampus nampaknya telah menjadi rahasia umum. Kita
ambil contoh saja dalam perekrutan panitia OPAK 2016. Sedikit sekali kader
merah maupun hijau yang ikut andil dalam
kegiatan ini. Kalaupun ada, para minoritas ini diposisikan dalam devisi yang
tak begitu penting dan tak banyak bersinggungan dengan para mahasiswa baru.
Sebuah pertanyaan baru kembali muncul. Apa yang sebenarnya terjadi? Apakah ini
ada kaitannya dengan doktrinisasi mahasiswa baru agar mau masuk dalam
organisasi yang mendominasi itu? Atau adanya rasa ketidak pedulian para kader
merah untuk turut serta andil dalam kegiatan ini? Adakah yang salah dalam
system perekrutan kepanitiaan? Apakah ada system “pesan nama” kepanitiaan OPAK
2016?
Kesadaran
penulis terhadap system birokrasi kampus tak lepas dari adanya proses
kaderisasi organisasi ber-jas merah pada tahun 2015 silam yang pernah penulis
ikuti. Masih ingat di benak penulis kala itu, para kader disuguhkan materi
retorika dakwah dalam artian belajar pengorganisasian demonstrasi yang sedikit
demi sedikit membuat rasa penasaran terhadap kondisi kampus. Dalam kenyataan
saat ini pun, salah satu terobosan baru yang dibuat oleh organisasi bendera
merah yakni perumusan HITS yang dielu-elukan dengan bangga nya oleh kami. Kali
ini, penulis hanya akan menjabarkan huruf T yang menjadi focus perhatian
tulisan ini.
Huruf T
dalam HITS yang bermakna Taktis memberi pengertian akan adanya terobosan bagi
kami untuk perlahan memasuki system birokrasi kampus yang dirasa mendominasi
salah satu lini. Dengan jujur, penulis sangat mengapresiasi akan hal ini.
Dengan alasan T tersebut pulalah penulis akhirnya mau melihat kondisi
perpolitikan kampus yang sebenarnya tidak penulis minati bahkan tidak
dimengerti sama sekali. Setelah dilihat dan dirasakan sendiri, miris rasanya melihat keadaan kampus. Di
bawah bendera merah putih yang katanya Negara semi multicultural ini, masih
saja ada domisasi yang tiada berhenti sampai detik ini. Sejak kapan kah semua
ini dimulai dan akankan semua ini berakhir?
Mungkin
tidak semua kader merah tertarik terhadap politik kampus. Karena mereka
beridentitas merah didasarkan panggilan jiwa sebagai kader muhammadiyah bukan
semata-mata mencari eksistensi dalam perpolitikan dalam kampus. Penulis pun
sadar banyak yang tak sependapat dengan tulisan ini. Namun,ini hanya secuil
kegelisahan dalam hati. Merah sebagai organisasi yang mengedepankan
intelektualitas mengkin akan member sumbangsih berbau intelektualitas. Entah
harus bangga atau miris. Penulis bangga akan ketulusan dan keikhlasan pasukan merah
yang iklas mengadi dan menghidupi organisasi tanpa memikirkan eksistensi nya di
kampus sendiri. Namun disisi lain penulis miris dengan keadaan ini, karna
kampus ini bukan hanya berisi satu organisasi yang menguasai. Ini kampus kita
bersama. Tempat berproses dan mengubah mainset. Siapa lagi yang harus peduli
kalau bukan kita ini? Siapa lagi yang akan merubah sejarah ini dan
menghilangkan dominasi?
Apa yang
harus kita lakukan untuk memberhentikan semua ini? Kiranya kita harus sama-sama
bersatu membuat kekuatan baru. Kita perlu kembali melihat bahwa yang berbeda
itu sebagai kawan bukan musuh yang perlu dilawan. Jikalau kita mau melawan
rasanya kita kalah masa. Maka, alangkah arif nya jika kita semua bersama-sama
seluruh organisasi eksternal kampus untuk bersatu dalam harmoni. Hapuskan
dominasi dan mulai mengukir sejarah baru reformasi birokrasi kamous kita
tercinta ini. Mari sama-sama duduk membawa nama organisasi masing-masing dan
hanyut dalam diskusi mengenai birokrasi. Tiada yang sulit jika saling mempercayai
bukan?
Salam
Mahasiswa!!
Joosss, kader intelektual !!!
BalasHapus